Orientasi Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Karakter
Oleh: Siti Khadijah Ibrahim (Lecturer Of Tarbiyah FacultyIslamic State University Jakarta
Daniel Goleman, dalam
bukunya tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), mengingatkan
kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan
80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka
pendidikan karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih beradab.
Menurut Suyanto (Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah), bahwa karakter adalah “cara berpikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam
lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara”. Terdapat
Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur
universal manusia, yaitu:
- Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
- Kemandirian dan tanggungjawab;
- Kejujuran/amanah,
- Hormat dan santun;
- Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;
- Percaya diri dan pekerja keras;
- Kepemimpinan dan keadilan;
- Baik dan rendah hati, dan;
- Toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Jumlah dan jenis pilar yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain, tergantung kepentingan dan kondisinya masing-masing. Sebagai contoh, pilar toleransi, kedamaian, dan kesatuan menjadi sangat penting untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa dan negara. Perbedaan jumlah dan jenis pilar karakter tersebut juga dapat terjadi karena pandangan dan pemahaman yang berbeda terhadap pilar-pilar tersebut. Dengan demikian, definisi pendidikan karakter pun akan berbeda dengan jumlah dan jenis pilar karakter mana yang akan lebih menjadi penekanan. (http://www.ascd.org).
Pengertian
karakter juga banyak dikaitkan dengan pengertian budi pekerti, akhlak
mulia, moral, dan bahkan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligence).
Berdasarkan pilar yang disebutkan Suyanto, pengertian budi pekerti dan akhlak
mulia lebih terkait dengan pilar-pilar sebagai berikut, yaitu cinta Tuhan dan
segenap ciptaannya, hormat dan santun, dermawan, suka tolong
menolong/kerjasama, baik dan rendah hati. Itulah sebabnya, ada yang menyebutkan
bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti atau akhlak mulia plus.
Menurut Peraturan Pemerintah tahun 2007 Pasal 1 ayat 1
dijelaskan bahwa Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan
dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata
pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Matapelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
merupakan salah satu matapelajaran yang dikelompokkan ke dalam kurikulum inti
yang diarahkan pada pembentukan karakter, watak dan sikap keberagamaan dalam
kehidupan peserta didik serta menjadi landasan dalam mengembangkan ilmu yang
ditekuninya. Kandungan akhlak yang lebih, dalam muatan mata pelajaran tersebut
yang mempertimbangkan tingkat intelektualitas dan kematangan peserta didik,
diharapkan dapat mengkarakter dalam diri peserta didik sehingga menjadi pakaian
hidupnya.
Di samping itu juga tujuan PAI tidak semata-mata untuk memperkaya
pikiran peserta didik dengan pengetahuan-pengetahuan keagamaan semata, tetapi
untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai
spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku jujur dan
bermoral, dan menyiapkan para peserta didik untuk hidup sederhana dan bersih
hati.
PAI diharapkan dapat menjadi landasan moral,
spiritual dan motivasi dalam pengembangan bidang-bidang ilmu lainnya, sehingga
dapat melahirkan lulusan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian yang utuh dan memiliki rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan berkebangsaan.
Untuk itu keberadaan guru PAI sebagai pelaku perubahan, pembangun peradaban, dan pembentuk karakter peserta didik menjadi semakin relevan untuk diperdalam justru
dalam situasi yang menuntut komitmen dan kesungguhan dari para guru PAI untuk menghayati profesinya
sebagai pembentuk karakter bangsa.
Pendidikan karakter melalui PAI tidak akan terjadi melalui
pengajaran klasik, kuliah atau penjelasan di dalam kelas semata. Lebih dari
itu, keteladanan guru merupakan pengajaran dasar tentang pendidikan karakter
itu sendiri, karena nilai-nilai yang tidak diajarkan melalui keteladanan tidak
akan ditangkap dan dipahami dengan baik oleh peserta didik, sebab indera
manusia cenderung lebih menangkap dari apa yang terjadi pada tataran fakta dari
pada norma (A. Doni Koesoema,
2009).
Wallahu a'lamu bisshawab.
thanks gan infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id
ayo diskusi ttg pendidikan karakter, kunjungi website kami www.pendikarmuslim.untan.ac.id
BalasHapus