Visi Pendidikan Agama Islam adalah ”Terwujudnya Keagamaan dan Terbinanya Keberagamaan Peserta didik yang Sempurna (Kaffah)”, sedangkan misi Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:
1. Membentuk peserta didik yang memiliki iman yang fungsional dan berkesinambungan dalam beribadah kepada Allah SWT
2. Membekali peserta didik yang mempunyai etos kerja yang Islami dan membentuk kepribadian yang berakhlakul karimah
3. Menumbuhkan suasana keagamaan di sekolah yang Islami, dilandasi toleransi dan kedamaian yang hakiki
Pembentukan karakter melalui PAI yang berlandaskan pada akhlak mulia menjadi core sebagai seorang yang Islam dan warga negara yang bertanggung jawab terhadap bangsa kaena tujuan utama pembelajaran PAI adalah membentuk peserta didik yang beragama secara kaffah dalam seluruh sendi kehidupan.
Namun pada kenyataannya, dalam masa yang cukup panjang, pendidikan Islam di Indonesia berada di persimpangan jalan antara mempertahankan tradisi lama dan mengadopsi perkembangan baru. Upaya mempertahankan sepenuhnya tradisi lama berarti status quo yang menjadikannya terbelakang meskipun memuaskan secara emosional dan romantisme dengan identitas pendidikan Islam masa lalu. Sementara itu, mengadopsi perkembangan baru begitu saja berarti mengesampingkan akar sejati dan nilai autentik dari sejarah pendidikan Islam, walaupun berhasil memenuhi keperluan pragmatis untuk menjawab tantangan sesaat dari lingkungan sekitarnya. Situasi ini tercermin dalam kebingungan, maju mundur dan ketidak jelasan arah dan tujuan modernisasi pendidikan Islam selama ini (Husni Rahim: 2001).
Jalan keluar dari situasi di atas menuntut adanya penegasan visi Pendidikan Agama Islam sehingga tidak tergoda oleh tarikan-tarikan ekstrim, tetapi mampu mengelola berbagai kecenderungan yang tersedia secara responsif dan tuntas. Visi itu ditempatkan sebagai pemandu yang menjamin konsistensi pendidikan Agama Islam dalam konteks perubahan dan dinamika yang terjadi dalam dirinya secara terus menerus. Kerangka visi pendidikan Agama Islam itu harus dibangun dengan mempertimbangkan sumber nilai/ajaran Islam, karakter esensial dari sejarah pendidikan Islam, dan rumusan tantangan masa depan. Dengan kata lain, visi pendidikan Islam masa depan adalah terciptanya sistem pendidikan yang Islami, populis, berorientasi mutu, dan kebhinekaan (Husni Rahim: 2001).
Pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk membentuk manusia muslim yang berakhlak mulia, cakap dan percaya pada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat. Sedangkan manusia muslim yang dimaksud adalah pribadi-pribadi muslim yang mempunyai keseimbangan yang dapat mengintegrasikan kesejahteraan kehidupan di dunia maupun kebahagiaan kehidupan di akhirat, dapat menjalin hubungan kemasyarakatan yang baik dengan jiwa sosial yang tinggi, mengembangkan etos ta’awun dalam kebaikan dan taqwa.
Keberhasilan dari suatu sasaran yang diinginkan, sangat ditentukan oleh arah atau pedoman yang harus ditempuh, tahapan, sasaran, serta sifat dan mutu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu kegiatan tanpa disertai tujuan, menyebabkan sasaran menjadi kabur dan tidak jelas, akibatnya program dan kegiatan menjadi acak-acakan.
Sepanjang sejarah manusia, agama mempunyai fungsi tertentu dalam kehidupannya. Agama bukan suatu keyakinan yang intelektual semata, melainkan lebih dari suatu cara hidup. Cara yang terkandung norma-norma moral dan keseluruhan aturan hidup manusia. Agama bukan hanya mengenai kebenaran, namun juga mengenai perasaan dan seluruh suasana hidup manusia. Agama adalah suatu kebutuhan dasar manusia.
Dengan demikian, dalam menanamkan nilai-nilai agama perlu adanya pendidikan agama kepada manusia sejak masa kanak-kanak karena akan memberi ketahanan batin dalam menempuh kehidupannya. Di seluruh dunia, sebagian besar pendidikan agama secara umum bisa dikatakan, membantu individu memahami banyak pelajaran yang mungkin pada mulanya tampak seperti seperangkat aturan dan larangan yang tideak berarti apa-apa. Misalnya, dalam mencapai tujuan agama, yakni kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Dalam hal ini manusia dianjurkan untuk melaksanakan ajaran agama seperti melaksanakan Ibadan, membaca kitab suci, berdoa, menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menahan diri dari perbuatan jahat dansebagainya. Juga untuk menjauhi larangannya seperti tidak berbuat kejahatan yang merugikan orang lain, tidak mengkonsumsi barang yang merusak fisik, tidak berbohong, dan sebagainya. Jika hal tersebut dilakukan oleh manusia, maka perkembangan sosialnya bukan hanya terarah secara psti tetapi juga konsisten dengan suara hatinya (Elizabeth K. Nottingham: 1985).
Namun demikian perlu kiranya dikemukakan, bahwa pendidikan agama Islam harus dilakukan secara kritis, sehingga agama tidak hanya sebagai pegangan hidup, namun juga sebagai pemacu hidup. Selain itu pemaknaan agama hendaknya tidak dilakukan dalam kaitan perspektif waktu yang sempit, akan tetapi menjangkau kurun waktu mendatang. Di samping itu juga agama tidak hanya ditempatkan dalam posisi over protective terhadap umatnya, dalam arti terlalu menonjol larangan-larangan semata. Dengan demikan agama juga diharapkan berfungsi untuk mendewasakan manusia dalam kehidupan beragamanya. Artinya dalamnmenjalankan kewajiban agama dan menjauhi laranagannya dilakukan secara sadar, tulus dan semata-mata karena cinta pada Allah sebagai khaliqnya. Dengan demikian agama akan berfungsi sebagai jalan dan panduan hidup manusia yang akan selalu dijadikan acuan secara konsisten dalam keadaan apapun dan di manapun.